Seorang ibu bercerita tentang anaknya sebut saja Fulan yang
nilai bahasa Inggris dan matematikanya jatuh di sekolah.
“Anak kita bisa ngikutin pelajaran di sekolah nggak sih, Ma?”,
Tanya seorang suami kepada istrinya perihal anaknya.
“Nggak tahu Pa”, jawab istrinya ,”Kalau diajarin di rumah
bisa, tapi di sekolah kok lupa lagi ya”.
“Coba besok mama ketemu gurunya”, lanjutnya.
--0—
“Ibu……….., Fulan itu memang bisa menerima pelajaran harian
meskipun tidak cepat, tapi dia bisa mengikuti.”
“Besar kemungkinan dia tertekan saat menghadapi test.”
“Dalam mengajari anak belajar usahakan orang tua jangan
mendoktrin anak bahwa dia belajar agar nilainya bagus tapi ada yang lebih baik dikatakan yaitu
belajar agar bisa sehingga dia bisa punya kehidupan yang baik di masa dia
dewasa kelak”, demikian lanjut sang guru.
Akhirnya guru tersebut meminta sang orang tua untuk
mengamati pola belajar anaknya di rumah. Hal pertama yang diminta diamati ialah
apakah dia belajar bila hanya ada PR atau tidak. Dalam mengerjakan PR pun apakah
dia mengerjakan sendiri atau ada intervensi orang tua. Kalau ada intervensi
orang tua, maka seberapa banyak intervensi tersebut?
Orang tua Fulan pun memeriksa apa-apa yang mereka lakukan di
rumah. Mereka mendapati bahwa untuk pelajaran selain matematika dan bahasa
Inggris mengapa Fulan bisa mendapatkan nilai bagus karena ternyata mereka
sering mengajak Fulan berlibur, sehingga imajinasinya berkembang sehingga untuk
pelajaran mengarang dalam bahasa
Indonesia maka dia dapat dengan mudah menceritakan ulang apa-apa yang
dialaminya. Fulan juga sering diajak ke museum untuk belajar sejarah dan
pengetahuan umum lainnya termasuk diajak menonton pertandingan sepakbola, bulu
tangkis, dan bola basket.
Untuk matematika dan bahasa Inggris? Mereka menyadari bahwa
mereka terlalu banyak intervensi terhadap PR sang anak. Mereka juga menemukan
bahwa anaknya tidak belajar kedua pelajaran tersebut bila tidak ada PR.
Mereka pun mulai menjalankan saran sang guru yaitu agar
membuat Fulan berada di atmosfir belajar yang menyenangkan. Untuk matematika
mereka membuat kartu-kartu kecil yang bisa digunakan sang anak belajar sambil
bermain.
Mereka pun sekarang rajin membawa kartu-kartu kecil untuk
belajar Fulan dimana saja dan
menciptakan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang tetap mengarah ke
pembelajarannya.
Sementara itu untuk mendukung pelajaran bahasa Inggrisnya,
orang tua Fulan memasukkan Fulan ke kursus Bahasa Inggris yang menerapkan pola belajar sambil bermain sehingga
dia tetap bisa menikmati proses bermainnya. Mereka memasukan Fulan ke kursus
bahasa Inggris untuk mendapatkan atmosfir belajar berbahasa Inggris bagi Fulan.
Mereka menyadari, mungkin mereka sebagai orang tua bisa berbahasa Inggris, tapi
karena kesibukan maka sulit menciptakan atmosfir belajar bahasa Inggris di
rumah.
Beberapa bulan setelah dilaksanakan perubahan tersebut,
prestasi Fulan mulai meningkat. Orang tua Fulan senang bahwa perubahan
penanganan terhadap pola belajar putra mereka memberikan hasil dengan baik.
Hasil yang dicapai Fulan pun lebih baik dari pada sebelum penanganan.
@fajarsetyanto
www.latihan-english.com